Ngerasa gak sih kalau cuaca sekarang tuh makin panas? Kalau dipantau dari pengukuran cuaca di ponsel pintar saya sih suhunya bisa mencapai 33-34 derajat Celcius. Tentu kondisi ini tak lepas dari perubahan iklim atau climate change.
Seperti yang diketahui, iklim bumi sekarang sedang berubah. Bahkan bumi memanas lebih cepat dari masa lalu. Adanya perubahan iklim secara global, akan turut mempengaruhi terjadinya perubahan cuaca harian.
Bahkan menurut data dari NCEI atau Pusat Informasi Lingkungan Nasional, seperti dikutip dari Katadata, mencatat Asia memiliki rekor terpanas di bulan Juli 2021 yang mengalahkan rekor sebelumnya pada tahun 2010 silam.
Menurut catatan NCEI itu, suhu permukaan global naik 0.93 derajat Celcius dari rata-rata suhu di abad ke-20 yang mencapai 15,8 derajat Celcius. Bahkan, rekor ini tertinggi di bulan Juli selama 142 tahun terakhir.
Ditambah lagi menurut laporan dari PBB, menyebut bahwa suhu bumi itu meningkat 1,1 derajat Celcius sejak abad ke-19. Tentu, sebagai manusia yang hidup di Bumi, kita semua punya tanggung jawab untuk menjadikan planet tempat tinggal kita ini menjadi tempat yang aman untuk ditinggali.
Bayangkan jika perubahan iklim terus terjadi, entah seperti ini Bumi ini saat ditinggali oleh anak cucu kita.
Ada banyak sekali hal yang bisa dilakukan untuk melindungi Bumi. Tidak perlu menjadi aktivis lingkungan kok, atau membuat gerakan massa untuk melakukan perubahan. Tapi, perubahan bisa dimulai dari diri sendiri dengan melakukan hal kecil.
Misalnya, mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan. Sebab, sampah-sampah ini akan menghasilkan gas emisi rumah kaca yang bisa menyebabkan terjadinya climate change alias perubahan iklim.
Bagaimana caranya? Ya, misalnya menggunakan kantong belanja yang bisa dipakai berulang saat ke pasar. Atau tidak menggunakan peralatan makan sekali pakai, menggunakan transportasi publik, dan stop berbelanja pakaian fast fashion.
Mengenal Limbah Fashion dan Dampaknya
Saya yakin, kita semua kaum wanita khususnya, suka sekali berbelanja pakaian. Tiap akhir pekan datang ke mall pasti masuk ke toko fast fashion. Modelnya lucu, gemes, apalagi saat ada diskon. Bener gak?
Dulu saya pun begitu. Momen diskon tentu tidak boleh terlewatkan begitu saja tanpa membeli 1-2 potong pakaian. Mumpung murah, kapan lagi coba? Begitu pikir saya 2 tahun lalu, saat pandemi belum melanda.
Namun, tahukah Anda bahwa dari fast fashion ternyata menghasilkan limbah pakaian yang banyak. Bahkan, industri fast fashion ini menjadi penghasilan polutan terbesat kedua di dunia menurut data United Nations, yang dikutip dari bebassampah.id.
Sejak tahun 2000, produksi produk garmen setiap tahunnya meningkat 2 kali lipat. Bahkan di tahun 2014, angka produksi produk pakaian ini lebih dari 100 milyar. Fantastis, bukan?
Dari angka produksi ini, bisa kebayang berapa banyak limbah garmen dan limbah tekstil yang dihasilkan. Menurut data Fashion Revolution tahun 2020, sekitar 92 juta ton limbah tekstil yang dihasilkan dari industri fashion sendiri.
Pasti angka ini akan terus meningkat ke depannya. Apalagi jumlah konsumsi masyarakat kita terhadap produk fashion ini makin menggila dengan adanya sosial media, tempat berbagi “pamer” OOTD alias outfit of the day. Malu dong kalau setiap upload foto OOTD bajunya itu lagi itu lagi.
Jujur saja, sejak tahu bahwa limbah fashion itu amat sangat banyak dan menggunung, saya mulai belajar untuk lebih mindful kalau mau beli pakaian dan benda apapun itu.
Apalagi model pakaian cepat sekali berubah. Mau sampai kapan mau diikutin terus? Mau sebanyak apa sampah pakaian dari lemari yang dihasilkan?
Limbah fashion ini dampaknya luas sekali. Udah pasti merusak lingkungan, seperti polusi tanah, polusi air, dan juga menghasilkan gas emisi rumah kaca. Jadi, gunungan sampah pakaian ini juga turut menjadi penyebab perubahan iklim Bumi.
Tidak hanya dari limbahnya saja, tapi fast fashion ini juga menghasilkan emisi karbon saat proses produksinya, lho.
Apalagi jika material atau produknya harus didatangkan atau dari luar negeri. Tentu banyak sekali emisi karbon yang dihasilkan oleh proses ini.
Pakaian dari fast fashion ini juga biasanya tidak dipakai lama. Sebab, bahannya tidak terlalu tahan lama dan model pakaian juga cepat berubah. Membuat masa pakai baju juga singkat. Ujung-ujungnya jadi sampah pribadi.
Atau istilah sekarang, decluttering biar hidup minimalis. Harusnya pola pikir ini mulai perlahan diubah. Decluttering itu bagus, artinya kan kita tidak menumpuk banyak barang di rumah. Tapi membeli produk baru setelah itu jadinya sama saja dengan menambah sampah.
Kenapa tidak dipakai saja baju yang masih bagus di lemari tanpa perlu membeli baru? Jadi kita tidak menyumbang makin banyak sampah. Jadi, mulai perlahan berusaha mengurangi sampah yang dihasilkan oleh diri sendiri. Agar tidak makin banyak sampah di muka bumi ini.
Tidak hanya berlaku pada sampah pakaian, tapi coba untuk menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Jadikan ini sebagai gaya hidup.
Hidup minimalis tidak hanya sedikit memiliki barang, tapi juga sedikit menghasilkan sampah. Setidaknya itu prinsip yang coba saya perlahan terapkan.
Tentu tidak mudah, sampai sekarang pun masih sering ada godaan untuk belanja. Tapi, jadinya mikir panjang dulu sebelum memutuskan buat beli.
Kayak mikir, beli baju ini buat apa? Apa benar-benar akan dipakai? Apa bahannya nyaman dipakai? Dan sebagainya. Atau kalau memang tergoda membeli, setidaknya saya membeli dengan sadar akan dipakai lama dan bukan hanya karena modelnya yang lucu saja.
Mungkin akan banyak orang berkata, “Ah, satu tindakan dari kamu doang gak akan ngaruh juga sama jumlah sampahnya.”
Ya memang. Kalo cuma 1-2 orang saja tidak akan berpengaruh pada jumlah limbah yang dihasilkan. Akan tetapi, saya tidak ikut berkontribusi dalam perusakan Bumi.
Dan memberikan edukasi dan mengajak sebanyak mungkin orang untuk melakukan hal yang sama secara perlahan, pasti ikut berkontribusi untuk membuat Bumi tetap jadi tempat tinggal yang baik untuk anak cucu kita kelak.
Saya berjanji dan bersumpah, akan mengurangi jumlah sampah pakaian dan sampah-sampah rumah tangga lainnya. Sebagai #MudaMudiBumi, saya ingin memberikan action nyata, meski sederhana, #UntukmuBumiku. Yuk, kamu, kamu, kamu, dan kamu semua, ini saatnya #TimeforActionIndonesia. Mari kita sama-sama jaga Bumi agar lebih baik.